Di post sebelumnya telah saya sampaikan bahwa bagaimanapun mahasiwa baru perlu dberi pengondisian keras sesuai dg definisi yg telah saya berikan. Namun ospek dengan model semi militeristik ini “hanya” akan efektif bila dijalankan oleh pihak militer itu sendiri. Nah, lantas apakah itu artinya mahasiwa tidak mampu atau tidak sebaiknya menjadi pelaksana ospek? Tidak juga, karena yg penting tentang ospek bukanlah pilihan metodologinya (apakah pake perploncoan atau yang lain), melainkan tujuan dan esensi yang diupayakan darinya.
Ospek - ajangnya ngemong mahasiswa baru
Ketika mahasiswa menjadi pelaksana ospek, apa yang perlu kita perhatikan di sini adalah untuk menempatkan pengkaderan massal (Ospek) dalam porsi yang sewajarnya. Kita perlu ingat bahwa selain ospek masih ada event pengembangan diri lain seperti Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa, Achievement Motivation Training atau yang lain. Ospek tidak perlu mengambil tujuan belajar yang terlalu muluk.
Membentuk mahasiswa profesional bermental pemimpin yang memiliki sikap kritis, kreatif, inisiatif, proaktif, berpikiran luas, berintegritas pribadi yang dilandasi kejujuran, kebenaran, dan keadilan.
Memang tujuan yang bagus, tapi tidakkah itu berlebihan? Bahkan training atau workshop pengembangan diri profesional saja berhati-hati dalam membuat ukuran sukses para lulusannya. Sekedar maksud baik saja belum cukup, kita juga perlu realistis dan miliki kompetensi yang cukup untuk mewujudkan maksud baik itu.
Secara riil, kita tidak mungkin mencapai tujuan yang muluk2 untuk event yang diikuti oleh banyak peserta dengan waktu yang singkat dengan kompetensi pengkader yang belum bisa 100% kita standarkan. Secara umum, tujuan untuk membangun, menumbuhkembangkan, meningkatkan dan apapun yang intinya bukan membentuk adalah tujuan yang terbilang realistis. Semisal begini:
1. Meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa. Jangan dianggap sekedar sbg formalitas. Peningkatan ketakwaan adalah bangunan dasar untuk membangun peran fungsi sbg mahasiwa. Sebelum dia bisa menjadi agen perubah dan iron stock, hal pertama yang harus dibentuk adalah kekuatan moralitas yang itu bukan hanya berdasar pada conscience atau common sense, melainkan lebih utama dari ajaran agama masing2.
2. Meningkatkan rasa bangga terhadap almamater dan tanah air. Ini penting untuk membentuk arogansi produktif yang menjadi modal untuk bersedia proaktif menghilangkan cela, membangun prestasi dan reputasi fenomenal dari almamater dan juga tanah air.
3. Membina kebersamaan, solidaritas dan kekeluargaan di antara maba dan warga. Ndak enak banget rasanya klo kampus hanya jadi tempat untuk ndapetin materi dari dosen, guyon ama beberapa orang, habis gitu pulang. Kampus sungguh akan jadi tempat yang lebih nyaman dengan adanya keakraban antar dosen mahasiswa dan juga karyawan.
4. Menumbuhkembangkan sikap peka, peduli dan solutif. Ini semua adalah sikap yang perlu ditujukan kepada sesama rekan satu angkatan dan juga seluruh civitas yang ada. Kampus adalah salah satu tempat pembelajaran terlama kita, sehingga amatlah layak bagi kita untuk menjalaninya dengan penuh saling peduli sebagaimana layaknya sebuah keluarga.
ini semua tujuan umumnya, untuk tujuan khususnya dipostingan selanjutntya...